Sabtu, 23 April 2011

Opera Tan Malaka

Hari ini saya dan Semy (Samira T) menonton Opera Tan Malaka. Acara yang paling saya tunggu selama liburan ini. Opera ini terdiri dari 3 babak. Tiada tokoh sentral dalam opera ini, hanya dialog, kur, nyanyian 2 aria, teks dan imaji-imaji lainnya.

***
Saya datang ke Taman Ismail Marzuki pukul 19.00 sesuai dengan perjanjian dengan Semy. Suasana TIM lebih ramai dari biasanya, ternyata ada bus paspampres. Ya, Wakil Presiden, Pak Boediono hadir beserta istri dan beberapa baris parkir di tutup. Jadi agak padat di tempat parkir. Saya makan dulu dengan orang tua. Setelah itu, saya dan Semy masuk ke gedung Graha Bakti Budaya.

Awalnya kami mau kongko-kongko dulu, siapa tau ada artis yang lewat. Eh baru aja mau mojok, ternyata sekuriti bilang kalau lebih baik kami naik ke atas. You wis lah. Sesampai kami di atas, ternyata sudah ramai oleh, ya boleh di kata, orang-orang penting. Orang-orang yang sering masuk TV, tapi entahlah saya gak tau namanya siapa. Cuma beberapa orang yang saya tau namanya Adnan Buyung Nasution, Djay Subiakto dan Butet Kertaradjasa.

Setelah wapres masuk dan MC menyilakan untuk audiens berdiri, Opera pun dimulai. Beeehh, Lightingnya bagus banget. Awalnya agak merinding gimana gitu. Trus lama-lama kok ada nyanyian yang gak kedengeran liriknya ya? Ternyata teks tersebut ada di booklet (naksah) yang dikasih panitia. Nyesel banget gak baca dulu. Akhirnya tiap nyanyian dari kur dan aria, agak sedikit-sedikit nangkepnya. Tadinya, naitnya mau baca pas pertunjukan. Eh, taunya gelap banget, gak ada cahaya sama sekali, keculi ya dari panggung.

***
Menurut saya, opera ini sangat bagus. Saya memang tidak sepenuhnya paham dengan isi Opera ini, ya mengambang sedikit lah, banyak malah. Tapi seperti kata Semy, pertunjukan seperti ini tuh bukan hanya jalan dan inti cerita saja yang diperhitungkan, tapi setting, lighting, suasana, performance, lakon, crowd, pemain dan sebagainya juga ambil peran. Jadi, walaupun tidak terlalu mengerti, tapi pertunjukan seperti ini membuat kami berdecak kagum dan 100 ribu terbayar sudah.

***
Sebenarnya, menurut saya, inti dari Opera ini adalah "Ada atau tidak adanya Tan Malaka?". Tokoh Revolusi ini seperti tiba-tiba ada, tiba-tiba menghilang. Jadi, menurut saya sekali lagi, tidak ada penanaman atau penyebaran bibit2 komunis. Ya, jika ada oknum yang berkata demikian, paling dia cuma melihat nama Tan Malaka-nya saja. Menurut saya sekali lagi, ini hanya tentang seni sejarah, bukan yang lain.

***

Saya sangat susah menangkap nyanyian dari aria dan kur, padahal hampir setengahnya barangkali, berisi nyanyian semua, ya namanya juga opera. Lalu, yang paling saya sukai adalah esai tentang Tan Malaka. Ini dia :
Ia lahir dari buku, hidup dari pustaka, dan menghilang di halaman terakhir sebuah risalah Tapi bisakah Revolusi lahir dari kitab yang sudah ada?
----
. . . Mungkin itu sebabnya di tiap Taman Pahlawan ada tempat istimewa untuk "prajurit tak dikenal". Kita menghormatinya, tapi sebenarnya tak penting siapa di sana yang dikuburkan. Mungkin liang lahad itu kosong.

Tapi ia lebih baik kosong. Tiap kali akan bisa menghiasinya dengan fantasi. Tafsir kita.

Itu sebabnya Tan Malaka, akan selamanya absen- palsu atau tak palsu, mati atau hidup, Ia tak akan pernah hadir. Dan itu penting sekali.

***
Revolusi adalah peristiwa riuh.
Revolusi adalah peristiwa sunyi.

Revolusi melahirkan aku.
Revolusi melenyapkan aku.

***

-(ki-ka) Naksah Tan Malaka, Booklet Tan Malaka Opera 3 babak, dan Tiket nya

2 komentar:

  1. GAAAAAHH I had been dying to see tis. Sejak masih belum diputer di Jakarta malah... TT______TT nggak kesampaian juga akhirnya hahaha. (sedih dikit)

    BalasHapus
  2. bagus loh kak.... *ngeselin*. Sukses SNMPTNnya!!!

    BalasHapus

Mengenai Saya

Foto saya
Mahasiswa, 21 Tahun. Belajar mengenai komunikasi dan media di sebuah perguruan tinggi.

Pengikut