Sebuah kotak terjatuh dari langit
Disinari cahaya keemasan
Dan dikuliti permata
Tertulis oleh takdir
Terhisab oleh nasib
Ia terjatuh perlahan bukan tanpa sebab
Ia sebab dari musabab
Sejak terciptanya udara hingga puncak sengsara
Bacalah.
Baca langit
Baca manusia
Baca zaman
Sungguhpun kau tak perlu paham betul aksara
Rupanya si empu gemar bermain metafora
Bertahun kemudian,
Kotak dicetak jadi kotak
Dimakan separuh
Ditanam separuh
Tak pernah lagi utuh
Dilumat, dilepeh, hingga berbentuk rupa-rupa
Jadi liat yang semua orang lupa bentuk asalnya
Dan si tamak lah yang bersedia memenuhinya
Sebab ia tahu tak ada yang benar-benar tahu
Menjadikannya seakan-akan utuh
Padahal rapuh
Mudah sekali runtuh
Selasa, 14 Juni 2016
Rabu, 27 April 2016
Tukang Tipu
Di ruang tamu, di atas tikar bambu, aku termangu menatap layar TV. Tiba-tiba, eyangku menggerutu, 'Soeharto tukang tipu!'.
Aku (terlalu dini untuk) tahu.
Aku (terlalu dini untuk) tahu.
Senin, 18 April 2016
Tak Berdaya
Ia menutup mata
Bibirnya berkomat-kamit
Ku terka itu adalah lantunan doa
Atau mungkin segala pujian kepada Sang Kuasa
Aku tak lihat air matanya
Tapi perlukah berlinang bila sunyi mampu menerjemahkan?
Matanya linglung ketika ia merasakan getar gawainya
Sebuah pesan datang dari seorang terkasih di ujung sana,
Yang ku tahu ia benci setengah mati
Lantaran selalu jatuh dalam perangkap emosi
Yang ku tahu ia cinta setengah hidup
Lantaran pernah hinggap dalam satu tubuh
***
Seorang terkasih murka
Sebab cinta dan egonya dibagi untuk orang yang tak ia kenal
Hatinya mengumpat
Tak lagi ia berikan cinta
Tak lagi ia percaya
Tapi, diam-diam seorang terkasih ketakutan
Bila ia minggat,
Semua yang ia punya ikut melayang.
Ia tak mampu lagi bergaya
Di tempat-tempat yang orang kaya
Seorang terkasih hanya bisa berdiam, sedikit menangis
Sambil mengumpat kepadanya,
seorang yang tidur sebelah kamarku.
***
Di antara malam,
ku dengar desahnya.
sebab suaranya dimentahkan
oleh seorang terkasih yang ketakutan termakan egonya
Dan kekasihku tak mampu berkata.
Ia takut seorang terkasih terluka
Yang ku tahu ia benci setengah mati
Lantaran selalu jatuh dalam perangkap emosi
Yang ku tahu ia cinta setengah hidup
Lantaran pernah hinggap dalam satu tubuh
***
Aku ikut tak berdaya.
Kamis, 14 April 2016
Rebah
Lidahku payah dalam menerka rasa. Logikaku tak jalan bila berurusan dengan jiwa. Bila kau sudah siap, berikan aku tanda. Atau sekedar aba-aba. Agar ku tak lagi tak tau arah.
Sabtu, 09 Januari 2016
Kombinasi Sempurna
Iri saja tidak cukup
Tambahkan dengan rasa dendam
Biar semua jadi terlunta
Lalu,
Bungkuslah dengan obsesi
Agar ia tak mudah mati
Jangan lupa,
Tempelah label kebajikan
Agar ia punya makna
Tambahkan dengan rasa dendam
Biar semua jadi terlunta
Lalu,
Bungkuslah dengan obsesi
Agar ia tak mudah mati
Jangan lupa,
Tempelah label kebajikan
Agar ia punya makna
Diam
Kami bicara dalam diam
Dalam sunyi di malam sepi
Dalam riuh di siang peluh
Kami bicara dalam diam
Dalam hening di kala hujan
Dalam bising di kala terik
Kami bicara dalam diam
Tanpa tatap
Tanpa suara
Tanpa gerik
Tanpa apa pun
Tanpa siapa pun
Hanya kau dan aku,
pupil yang awas,
dan para malaikat di kanan-kiri.
Aku tak pernah menyesali keadaan ini
yang ku minta hanya kepastian tanpa pengharapan
Dalam sunyi di malam sepi
Dalam riuh di siang peluh
Kami bicara dalam diam
Dalam hening di kala hujan
Dalam bising di kala terik
Kami bicara dalam diam
Tanpa tatap
Tanpa suara
Tanpa gerik
Tanpa apa pun
Tanpa siapa pun
Hanya kau dan aku,
pupil yang awas,
dan para malaikat di kanan-kiri.
Aku tak pernah menyesali keadaan ini
yang ku minta hanya kepastian tanpa pengharapan
Kalibata, 20 April 2011
Puisi atau sajak ini ku temukan dalam buku jurnalku ketika SMA.
Langganan:
Postingan (Atom)
Mengenai Saya
- adindaz
- Mahasiswa, 21 Tahun. Belajar mengenai komunikasi dan media di sebuah perguruan tinggi.