Sabtu, 26 November 2011

Harga Diri



Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang


Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang


Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi


-Chairil Anwar

Puisi diatas adalah puisi yang dibuat Chairil Anwar ketika ia merasa direndahkan ketika membuat sastra yang tidak terikat pada aturan-aturan sastra lama. Ia merasa dipinggir
kan dan banyak tokoh-tokoh senior yang merendahkan dia. Hal ini terlihat pada: "Aku ini binatang jalang. Dari kumpulannya terbuang". Namun, ia ungkapkan bahwa ia akan menjadi
orang yang akan dikenal sampai waktu yang lama. Hal ini terlhiat pada : "Aku mau hidup seribu tahun lagi". Ya, memang ia tokoh yang dikenal sampai sekarang. Bahkan ketika kita bicara sastra, namanya lah yang sering kita dengar dari orang-orang awam sastra.

Hal yang Chairil Anwar rasakan ketika itu, saya rasakan ketika saya berada di sekolah. Jadi, kelas saya, kelas Ilmu Pengetahuan Sosial, yang menjadi satu-satunya kelas IPS di angkatan saya, mengikuti lomba tentang Sea Games, membuat poster dan membuat kliping. Memang kalau poster kami kurang. Gambarnya sih oke, cuma mungkin kurang berwarna dan kurang tipografi yang menjadi syarat penilaian. Tapi kalau kliping. . . . . saya dan kelas saya (sangat) tidak bisa menerima kekalahan ini pada awalnya. Tapi sekarang sih fine-fine saja. Kami sudah bersifat apatis kepada sekolah. Begini ceritanya:

Kelas kami dibagi menjadi dua kelompok: membuat kliping dan membuat poster. Tim pembuat kliping telah merencanakan semuanya dengan matang. Kami memberikan tema Sea Games : Ekspresi Nasionalisme. Kami membaginya menjadi Tiga bagian utama : Persiapan, Optimisme, dan Gol (Tujuan) dan sebagai pembatas bagian utama kami membuat pembatas yang beruba, anyaman, pop-up, dan gambar-gambar. Kami bahkan sempat berkonsultasi dengan teman ibu (yang cukup ahli dalam hal seperti ini) dari Sisi (siswi XII IPS) untuk membicarakan judul dan isi dari kliping kami. Tulisan dalam kliping kami bisa dikatakn rapi, karena walaupun tidak diketik dengan komputer, tapi tulisan Yunisa sangat rapi dan ia selalu menulis dengan penggaris hingga rata kiri dan kanan. Lalu soal warna, Kliping kami colorful, tiap halaman beda warna dan penuh gambar. Hampir tiap artikel dalam kami dikomentari oleh Sisi, ia sering menulis artikel di beberapa majalah dan koran. Katanya, kliping yang baik itu dikomentari tiap artikelnya. Berita kami memang sedikit yang unik, tapi ada bukan tidak ada sama sekali. Karena jarang sekali ada berita unik tentang perlombaan olah raga, paling-paling hanya score saja.

Jadi untuk masalah keterkaitan kliping dengan tema Sea Games, keterkatian tema dengan isi, kreativitas, struktur dan teknik penulisan, boleh dibilang karya kami baik..... bahkan sangat baik. Bukan kami terlalu percaya diri. Tapi pernah kan merasa karya sendiri sudah baik? Hingga kami merasa jika kami kalah, pasti yang menang sangat bagus klipingnya. Kami menerima kekalahan kami, kalau memang ada yang lebih bagus dari kami. Tapi..... ternyata yang menang bagaimana? Hanya kertas HVS Putih, ditempel-tempel dan dijilid. Saya akui, saya memang tak melihat isi dalamnya, tapi ya sakit hati aja di kalahin saya kelas X yang cuma ngeijilid gitu aja, padahal kami kerja hampir setengah kelas dan teknik pembuatan kliping seperti itu bisa dilakukan sendiri ketika saya SD. Kami jelas kurang menerima hal ini. Kami bikin kliping berjam-jam, beberapa dari kami tidak makan, dan tidak menang. Untuk soal kerapihan saya akui memang tidak rapi, karena ukuran kertas yang berbeda-beda, sehingga harus dipotong menyesuaikan HVS, dan tidak dijilid seperti halnya ketiga pemenang karena terlalu tebal, sehingga kurang terlihat "ok".

Untuk bayangannya saja saya akan berikan gambar covernya :

Tulisan "Ekspresi" ditulis dengan manik-manik yang ditempel dengan lem dan kertas dibelakangnya itu dari kertas HVS warna-warni yang dipotong lalu disusun seperti itu. Ini pembatas awal bagian persiapan yang diayam hitam-putih mirip papan catur:

Niat bukan? Niat kami terlalu besar pada lomba ini. Sementara beberapa kelas lain nonton DVD, kami membikin karya ini. Ya, kalo gak menang, ya coba deh dapet juara III gitu. Jadi, gak sakit hati amat. Yang kami cari bukan hadiah, sama sekali bukan. Kami bahkan tak tahu hadiahnya apa. Yang kami ingin cuma satu, dipanggil ketika upacara sebagai pemenang. Itu saja. Kami ingin menaikan harga diri kami, yang biasanya disepelekan oleh guru-guru bahkan teman-teman kami sendiri.



Bersambung . . . . .

2 komentar:

  1. hahaha parah kelas gw juga niat parah klipingnya Din, yang bikin kan si Tika tuh, covernya udah kayak apaan tauk bagusnya. Tapi yg gw tau kelas gw emang isinya cuma gambar doang, jadi kurang di isi. Kalo punya lo yg isinya oke luarnya juga oke ga menang, well I dunno who'd win...

    BalasHapus
  2. Hahaha emang agak mencurigakan sih penilaiannya. tapi entahlah..

    BalasHapus

Mengenai Saya

Foto saya
Mahasiswa, 21 Tahun. Belajar mengenai komunikasi dan media di sebuah perguruan tinggi.

Pengikut