Sabtu, 26 November 2011

Harga Diri (Bagian II)

Mengapa satu kekalahan sangat berarti bagi saya? ini bukan kali pertama saya merasa kelas saya di nomor 2 kan. Contoh yang lain:
  1. Ketika Festival Budaya 8, kelas saya mengambil budaya Jepang. Kalau dibilang stand yang kami buat sangat kedai Jepang, ada pagar bambunya, ada pohon bambu untuk wishlist, ada tirai-tirai bambunya, ada hiasan dinding minimalis ala Jepang, lalu kami membawa samurai, lalu di depan stand kami yang berbentuk kerucut atapnya, bertuliskan selamat datang dalam bahasa Jepang, bahkan kami membawa tukang yang membuat sushi dan menjual akesesoris Jepang lalu kami juga membuat games yang menangkap ikan dalam kolam. Baju-baju kami juga Jepang sekali mulai dari Kimono sebagai budaya tradisional hingga One Piece sebagai budaya pop. Pendatang pada stand kami juga ramai, lebih ramai dari tempat lain, ketika saya liat DP BBM teman saya yang berlatar belakang stand kami, benar-benar seperti terasa di Jepang. Lalu apakah kami menang? Tidak. Yang menang adalah kelas X yang membuat gapura seperti streofoam buatan orang lain. Bukan handmade, sedangkan kelas saya handmade semua, kecuali Sushi dan souvenirnya. Memang sederhana, cuma stand kami "Jepang Banget"
  2. Pada festival yang sama kami mengikuti lomba memasak. Saya lupa apa yang teman saya buat, kalau tidak salah udon atau sushi gitu, pokoknya ada seafoodnya. Tebak apa yang juri makan? wortelnya, yang notabanenya pelengkap masakan. Menang? Jelas tidak.
  3. Pernah ada di informasi sekolah lewat speaker kelas mengumumkan beasiswa/pertukaran pelajar begitu. Untuk siapa? Kelas IPA dan Kelas X, kelas kami? Tidak.
  4. Tiap lomba yang sekolah kami juarai selalu diumumkan, kalau kelas kami yang juara, tidak pernah disebutkan dalam upacara.
  5. Jadwal ujian untuk IPS dan Humanity agak gila, mengapa? Dalam satu hari terdapat 2 mata pelajaran IPS yakni Ekonomi dan Geografi sehingga hafalannya gila-gilaan, dan hari lain pelajaran 2 pelajaran bahasa jadi satu. Sedangkan anak IPA dipisah tiap mata pelajaran IPA-nya. Alhamdulillah jadwal ini berubah setelah kami protes.
  6. Kami juga punya bintang kelas yang bisa dibanggakan seperti teman saya Sisi yang telah menulis artikel di beberapa koran dan majalah, menjadi pantia acara-acara penting, menjuari lomba-lomba bidang sosial, menjadi duta antikorupsi, tapi tetap saja tidak dikenal seperti orang-orang OSN lainnya.
  7. Terakhir pengalaman pribadi saya, dari awal penentuan jurusan sampai naik kelas saya tidak bimbang masuk IPS, sampai orang tua saya dipanggil ke BK apakah betul saya mau IPS. Namun akhirnya saya dimasukan ke IPA. Nilai IPS saya juga tidak kurang, bahkan lebih tinggi dari nilai IPA saya. Sehingga saya harus membuat surat permohonan untuk masuk ke kelas IPS. Alasannya sepele :karena nilai saya cukup untuk masuk IPA. Jadi, secara tidak langsung IPS kelas buangan? walaupun nilai dan minat saya ke IPA?
Diskriminasi ini semakin terlihat jelas ketika ada teman (umpamakan A) dari teman saya(Umpamakan B) menyindir si B. Si A anak IPA yang selalu menggoda B kalo B pasti tidak bisa mengerjakan soal matematika pelajaran IPA, lalu tibalah masa ujian. Ternyata nilai si A lebih rendah dari nilai si B dan si A meminta B untuk mengajari A soal matematika tersebut. Belakangan saya tahu bahwa, si A ingin masuk jurusan yang B ingini. Kesal tidak?

Wahai guru, teman, orang-orang yang saya sayangi dan menganggap rendah kepada bidang sosial, hargailah kami para pelajar yang berusaha memahami ilmu sosial yang ada di masyarakat. Mengapa ilmu sosial harus dipelajari?
  1. Penelitian "How Islamic are Islamic Countries?" menyebutkan bahwa Selandia Baru dan negara2 eropa barat lebih Islami dibanding Indonesia. Apa indikatornya? Hal-hal yang terdapat pada hadist dan Al-Quran mengenai hubungan sosial-kemasyarakatan lebih terasa di negara-negara tersebut. Karena apa? karena mereka lebih berbudaya dan menghargai hubungan sesama manusia, Indonesia? Tidak. Mungkin terlalu sibuk sama teknologi :)
  2. Teknologi di Indonesia semakin canggih, berarti ilmu eksakta cukup dihargai, sangat malah. Sedangkan krisis sosial, ekonomi, budaya direbut, kriminalitas masih merajalela. Lalu ilmu apa yang sebaiknya dipelajari? Sosial bukan?
  3. Indonesia kehilangan Timor Leste ketika presidennya sangat ahli dalam teknologi bukan? Kepintaran ekstakta saja tidak cukup untuk memerintah dan memimpin.
Itu baru saja beberapa hal yang terjadi kalau saja kita terus merendahkan ilmu sosial, bisa-bisa negeri ini hanya terdiri dari orang-orang pintar yang tak memiliki kepribadian dan tak mampu menghadapi masalah-masalah sosial. Tinggalah Indonesia negera budak yang hanya bisa diperintah bangsa lain di negeri lain dan di negeri sendiri.

Seperti kata Pramoedya Anata Toer:
“Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain.”

dan

“Ilmu pengetahuan, Tuan-tuan, betapa pun tingginya, dia tidak berpribadi. Sehebat-hebatnya mesin, dibikin oleh sehebat-hebat manusia dia pun tidak berpribadi. Tetapi sesederhana-sederhana cerita yang ditulis, dia mewakili pribadi individu atau malahan bisa juga bangsanya. Kan begitu Tuan Jenderal?

(Jejak Langkah, h. 32)

Pramoedya Ananta Toer

dan kata WS. Rendra:
Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.

Mari mulai menghargai bidang sosial dan terapkan ilmunya!

Harga Diri



Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang


Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang


Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi


-Chairil Anwar

Puisi diatas adalah puisi yang dibuat Chairil Anwar ketika ia merasa direndahkan ketika membuat sastra yang tidak terikat pada aturan-aturan sastra lama. Ia merasa dipinggir
kan dan banyak tokoh-tokoh senior yang merendahkan dia. Hal ini terlihat pada: "Aku ini binatang jalang. Dari kumpulannya terbuang". Namun, ia ungkapkan bahwa ia akan menjadi
orang yang akan dikenal sampai waktu yang lama. Hal ini terlhiat pada : "Aku mau hidup seribu tahun lagi". Ya, memang ia tokoh yang dikenal sampai sekarang. Bahkan ketika kita bicara sastra, namanya lah yang sering kita dengar dari orang-orang awam sastra.

Hal yang Chairil Anwar rasakan ketika itu, saya rasakan ketika saya berada di sekolah. Jadi, kelas saya, kelas Ilmu Pengetahuan Sosial, yang menjadi satu-satunya kelas IPS di angkatan saya, mengikuti lomba tentang Sea Games, membuat poster dan membuat kliping. Memang kalau poster kami kurang. Gambarnya sih oke, cuma mungkin kurang berwarna dan kurang tipografi yang menjadi syarat penilaian. Tapi kalau kliping. . . . . saya dan kelas saya (sangat) tidak bisa menerima kekalahan ini pada awalnya. Tapi sekarang sih fine-fine saja. Kami sudah bersifat apatis kepada sekolah. Begini ceritanya:

Kelas kami dibagi menjadi dua kelompok: membuat kliping dan membuat poster. Tim pembuat kliping telah merencanakan semuanya dengan matang. Kami memberikan tema Sea Games : Ekspresi Nasionalisme. Kami membaginya menjadi Tiga bagian utama : Persiapan, Optimisme, dan Gol (Tujuan) dan sebagai pembatas bagian utama kami membuat pembatas yang beruba, anyaman, pop-up, dan gambar-gambar. Kami bahkan sempat berkonsultasi dengan teman ibu (yang cukup ahli dalam hal seperti ini) dari Sisi (siswi XII IPS) untuk membicarakan judul dan isi dari kliping kami. Tulisan dalam kliping kami bisa dikatakn rapi, karena walaupun tidak diketik dengan komputer, tapi tulisan Yunisa sangat rapi dan ia selalu menulis dengan penggaris hingga rata kiri dan kanan. Lalu soal warna, Kliping kami colorful, tiap halaman beda warna dan penuh gambar. Hampir tiap artikel dalam kami dikomentari oleh Sisi, ia sering menulis artikel di beberapa majalah dan koran. Katanya, kliping yang baik itu dikomentari tiap artikelnya. Berita kami memang sedikit yang unik, tapi ada bukan tidak ada sama sekali. Karena jarang sekali ada berita unik tentang perlombaan olah raga, paling-paling hanya score saja.

Jadi untuk masalah keterkaitan kliping dengan tema Sea Games, keterkatian tema dengan isi, kreativitas, struktur dan teknik penulisan, boleh dibilang karya kami baik..... bahkan sangat baik. Bukan kami terlalu percaya diri. Tapi pernah kan merasa karya sendiri sudah baik? Hingga kami merasa jika kami kalah, pasti yang menang sangat bagus klipingnya. Kami menerima kekalahan kami, kalau memang ada yang lebih bagus dari kami. Tapi..... ternyata yang menang bagaimana? Hanya kertas HVS Putih, ditempel-tempel dan dijilid. Saya akui, saya memang tak melihat isi dalamnya, tapi ya sakit hati aja di kalahin saya kelas X yang cuma ngeijilid gitu aja, padahal kami kerja hampir setengah kelas dan teknik pembuatan kliping seperti itu bisa dilakukan sendiri ketika saya SD. Kami jelas kurang menerima hal ini. Kami bikin kliping berjam-jam, beberapa dari kami tidak makan, dan tidak menang. Untuk soal kerapihan saya akui memang tidak rapi, karena ukuran kertas yang berbeda-beda, sehingga harus dipotong menyesuaikan HVS, dan tidak dijilid seperti halnya ketiga pemenang karena terlalu tebal, sehingga kurang terlihat "ok".

Untuk bayangannya saja saya akan berikan gambar covernya :

Tulisan "Ekspresi" ditulis dengan manik-manik yang ditempel dengan lem dan kertas dibelakangnya itu dari kertas HVS warna-warni yang dipotong lalu disusun seperti itu. Ini pembatas awal bagian persiapan yang diayam hitam-putih mirip papan catur:

Niat bukan? Niat kami terlalu besar pada lomba ini. Sementara beberapa kelas lain nonton DVD, kami membikin karya ini. Ya, kalo gak menang, ya coba deh dapet juara III gitu. Jadi, gak sakit hati amat. Yang kami cari bukan hadiah, sama sekali bukan. Kami bahkan tak tahu hadiahnya apa. Yang kami ingin cuma satu, dipanggil ketika upacara sebagai pemenang. Itu saja. Kami ingin menaikan harga diri kami, yang biasanya disepelekan oleh guru-guru bahkan teman-teman kami sendiri.



Bersambung . . . . .

Mengenai Saya

Foto saya
Mahasiswa, 21 Tahun. Belajar mengenai komunikasi dan media di sebuah perguruan tinggi.

Pengikut